Bangunan

struktur buatan manusia dengan atap dan dinding permanen atau nonpermanen dalam satu tempat

Bangunan, gedung, atau gedong adalah struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat.[1] Bangunan juga biasa disebut dengan rumah atau gedung, yaitu segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya. Bangunan memiliki beragam bentuk, ukuran, dan fungsi, serta telah mengalami penyesuaian sepanjang sejarah yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan bangunan, kondisi cuaca, harga, kondisi tanah, dan alasan estetika.

Berbagai contoh bangunan sepanjang sejarah

Bangunan mempunyai beberapa fungsi bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat berlindung dari cuaca, keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan tempat bekerja. Suatu bangunan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia khususnya sebagai sarana pemberi rasa aman, dan nyaman.

Contoh bangunan yang paling sering kita lihat yaitu jembatan beserta konstruksi, dan rancangannya, jalan, serta sarana telekomunikasi. Secara umum, peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari teknik-teknik bangunan maupun sarana, dan prasarana yang dibuat maupun ditinggalkan oleh warisan manusia dalam perjalanan sejarahnya.

Karena bangunan berkaitan dengan kemajuan peradaban manusia, maka dalam perjalanannya, manusia memerlukan ilmu atau teknik yang berkaitan dengan bangunan, dan menunjang dalam membuat suatu bangunan. Adapun ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bangunan adalah arsitektur dan teknik sipil. Bahkan penggunaan trigonometri dalam matematika juga berkaitan dengan bangunan yang diduga digunakan pada masa Mesir kuno dalam membangun Piramida.

Pada awalnya, manusia hanya memanfaatkan apa yang ada di alam sebagai sarana, dan prasarana serta infrastruktur dalam kehidupannya. Sebagai contoh yaitu pemanfaatan gua sebagai tempat tinggal. Kemudian peradaban manusia berkembang dengan memanfaatkan apa yang ada di alam, seperti batu, tanah, dan kayu, sebagai bahan baku untuk membuat suatu infrastruktur. Pada masa berikutnya, peradaban berkembang lagi dengan ditemukannya bahan-bahan tambang yang bisa digunakan untuk membuat alat maupun benda yang mampu menopang sebuah bangunan, seperti halnya barang logam, serta mengolah bahan-bahan alam seperti mengolah batuan kapur, pasir, dan tanah. Dalam perkembangannya, manusia membuat bahan-bahan bangunan dari hasil industri atau buatan manusia yang bahan-bahan bakunya diambil dari alam.

Sejak ditemukannya lukisan-lukisan di dalam dinding gua, sejak itulah manusia juga menjadikan bangunan sebagai objek kanvas dalam mengekspresikan suatu keindahan. Dalam beberapa tahun terakhir, faktor keindahan juga menjadi poin penting dalam pendirian suatu bangunan.

Sejarah

sunting

Terdapat bukti yang jelas, bangunan sudah ada sejak sekitar 18.000 SM.[2] Bangunan menjadi umum selama periode Neolitikum.[3]

Tempat Tinggal

sunting

Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal disebut dengan rumah, sedangkan tempat tinggal yang berupa gedung pencakar langit yang dibagi menjadi beberapa unit hunian disebut apartemen. Bahan material pembuat bangunan antara lain kayu, batu, semen, dan lain-lain.

Pendirian Bangunan

sunting

Sebuah bangunan biasanya dirancang, dikembangkan, dan didirikan oleh sekelompok profesional, dan pengembang properti. Adapun tim proyek ini antara lain:

Terlepas dari peran mereka dalam mendirikan bangunan, pendirian semua bangunan di Indonesia harus memenuhi peraturan, dan standar yang berlaku.

Bahan-bahan bangunan

sunting

Umumnya bahan bangunan yang digunakan manusia antara lain: batu, pasir, kayu, batu-bata, semen, asbes, besi, baja.

Sistem Penghubung

sunting

Sistem penghubung antar lantai di suatu bangunan bertingkat meliputi:

Kerusakan Bangunan

sunting
 
Sebuah bangunan di Massueville (Quebec, Kanada), dilalap api

Bangunan mungkin akan mengalami kerusakan saat pembangunan atau selama perawatan. Ada beberapa faktor penyebab kerusakan ini antara lain kebakaran,[4] kecelakaan,[5] dan bencana alam.[6] Bangunan juga bisa runtuh karena pemeliharaan yang kurang baik atau teknik pembangunan yang tidak tepat.

Referensi

sunting
  1. ^ Max J. Egenhofer (2002). Geographic Information Science: Second International Conference, GIScience 2002, Boulder, CO, USA, September 25–28, 2002. Proceedings. Springer Science & Business Media. hlm. 110. ISBN 978-3-540-44253-0. 
  2. ^ Rob Dunn (Aug 23, 2014). "Meet the lodgers: Wildlife in the great indoors". New Scientist: 34–37. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-29. 
  3. ^ Pace, Anthony (2004). "Tarxien". Dalam Daniel Cilia. Malta before History–The World's Oldest Free Standing Stone Architecture. Miranda Publishers. ISBN 978-9990985085. 
  4. ^ Brotóns, V.; Tomás, R.; Ivorra, S.; Alarcón, J. C. (2013-12-17). "Temperature influence on the physical and mechanical properties of a porous rock: San Julian's calcarenite". Engineering Geology. 167 (Supplement C): 117–127. doi:10.1016/j.enggeo.2013.10.012. 
  5. ^ "Building Damage". Pb.unimelb.edu.au. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-02-14. Diakses tanggal 2014-08-22. 
  6. ^ Soldato, Matteo Del; Bianchini, Silvia; Calcaterra, Domenico; Vita, Pantaleone De; Martire, Diego Di; Tomás, Roberto; Casagli, Nicola (2017-07-12). "A new approach for landslide-induced damage assessment" (PDF). Geomatics, Natural Hazards and Risk. 8 (2): 1524–1537. doi:10.1080/19475705.2017.1347896 . ISSN 1947-5705. 

Lihat pula

sunting