Gempa bumi Sumatra 1861

Gempa bumi Sumatera 1861 terjadi pada 16 Februari 1861 dan merupakan gempa bumi terakhir dari serangkaian gempa bumi besar yang terjadi pada bagian segmen Sumatra di zona subduksi Selat Sunda. Bencana ini memicu gelombang tsunami yang menyebabkan lebih dari seribu orang meninggal. Getarannya dirasakan hingga Semenanjung Melayu dan bagian timur Jawa.[1] Bidang patah pada Gempa bumi Sumatra 2005 mirip dengan perkiraan gempa 1861.

Gempa bumi Sumatra 1861
Gempa bumi Sumatra 1861 di Sumatra Utara
Gempa bumi Sumatra 1861
Kekuatan8.5 Mw
Episentrum1°00′N 97°30′E / 1.0°N 97.5°E / 1.0; 97.5
Wilayah bencanaSumatra, Hindia Belanda
Tsunamiya
Korban2,000+ orang
Lempeng tektonik di megathrust Sunda. Angka dan arah panah menunjukkan gerakan relatif lempeng. Indonesia terletak pada suatu daerah dengan pergerakan lempeng sangat kompleks.
Bidang patah pada gempa bumi 1861, 1833 dan 2004 serta titik gempa utama dan susulan pada gempa 2005, yang menunjukkan kemiripan pada gempa 1861

Latar belakang

sunting

Pulau Sumatra berada pada batas lempeng konvergen antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Konvergensi antar lempeng-lempeng ini sangat miring di dekat Sumatra. Gempa bumi megathrust atau raksasa tercatat pernah terjadi pada 1797, 1833, 1861, 2004, 2005 dan 2007, sebagian besar dari gempa-gempa ini memicu gelombang tsunami yang merusak. Gempa bumi megathrust yang lebih kecil terjadi di celah yang tersisa antara daerah yang bergeser saat terjadinya gempa besar, yaitu pada tahun 1935, 1984, 2000 dan 2002.[2]

Kerusakan

sunting

Desa-desa di sepanjang muara sungai Kepulauan Batu dilaporkan hancur. Dampak dari gabungan gempa bumi dan tsunami menyebabkan lebih dari seribu orang meninggal.

Seorang saudagar Minangkabau, Muhammad Saleh dalam autobiografinya mengisahkan gempa "dahsyat, keras dan agak lama" terjadi pada pukul delapan malam yang diikuti naiknya air laut dalam hitungan menit. Ia melihat hampir semua daerah yang dilalui kapalnya dalam perjalanan pulang berdagang dari Sibolga hingga memasuki Pariaman hancur dan luluh lantak.[3]

Karakteristik

sunting

Gempa utama terjadi pada 16 Februari 1861 selama tiga menit. Beberapa hari sebelumnya, terjadi beberapa kali gempa ringan. Ada bukti bahwa gempa utama mengakibatkan terangkatnya Pulau Nias yang diketahui dari hasil pengukuran GPS dan koral mikroatol di sekeliling pulau.[2]

Sampai tujuh bulan setelah gempa, ada enam gempa susulan, terakhir terjadi pada 27 September 1861 yang menyebabkan tsunami yang merusak.

Segmen atau sumber gempa yang pecah pada gempa 1861 kembali terjadi pada gempa bumi Sumatra 2005.

Tsunami

sunting

Setidaknya 500 km area dari garis pantai terkena dampak tsunami. Tinggi gelombang tsunami tercatat mencapai tujuh meter di sisi barat daya Nias. Besarnya tsunami 1861 lebih besar dari tsunami 2005. Danny Hilman Natawidjaja menduga gempa bumi 1861 telah merobek bagian bidang kontak zona penunjaman di antara pulau dan palung sehingga pergeseran lempeng yang terjadi mengangkat bagian laut dalam dan mendorong banyak volume air ke atas.[2]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Newcomb, K.R.; McCann W.R. (1987). "Seismic history and seismotectonics of the Sunda Arc" (PDF). Journal of Geophysical Research. 92 (B1): 421–439. Bibcode:1987JGR....92..421N. doi:10.1029/JB092iB01p00421. Diakses tanggal 2009-11-06. 
  2. ^ a b c Natawidjaja, D. H.; Sieh K.; Chlieh M.; Galetzka J.; Suwargadi B.W.; Cheng H.; Edwards R.L.; Avouac J.-P. & Ward S. N. (2006). "Source parameters of the great Sumatran megathrust earthquakes of 1797 and 1833 inferred from coral microatolls" (PDF). Journal of Geophysical Research. 111 (B06403). Bibcode:2006JGRB..11106403N. doi:10.1029/2005JB004025. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-10-12. Diakses tanggal 2009-10-24. 
  3. ^ "Gempa Bumi dan Tsunami di Sumatera Barat". Sumbarsatu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-11. Diakses tanggal 2017-08-29.