Rusia dan senjata pemusnah massal

Senjata-senjata nuklir, biologi dan kimia dari Federasi Rusia

Keruntuhan Uni Soviet pada bulan Desember 1991 mewariskan Rusia sebagai negara yang berhak atas kepemilikan mayoritas atas senjata pemusnah massal. Setelah itu, Rusia telah mengimplementasikan perjanjian kontrol senjata dan berpartisipasi dalam program penurunan dan pemusnahan sebagian dari arsenal dan sejumlah senjata lainnya. Pada saat ini, Rusia melakukan modernisasi dan rekapitalisasi atas seluruh arsenal senjata nuklir dan sistem wadah senjata tersebut. Walaupun peralatan yang menua dari era Soviet menimbulkan usaha yang lebih dalam hal penanganan modernisasi tersebut. Rusia memandang bahwa modernisasi sebagai tandingan atas superioritas atas Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dalam pengakuan sebagai negara dengan status kekuatan miiter salah satu yang utama di dunia. Rusia juga aktif dalam partisipasi di perjanjian non-proliferasi, kontrol atas senjata, dan perlucutan senjata sebagai bentuk peran aktif Rusia di tingkat Global.[4]

Federasi Rusia
Location of Federasi Rusia
Tanggal mulai program nuklir1943[1]
Uji coba senjata nuklir pertama29 Agustus 1949
Uji coba senjata fusi pertama12 Agustus 1953
Uji coba nuklir terakhir24 Oktober 1990
Uji coba hasil terbesar'50 Mt (210 PJ) (Tsar Bomba, 30 Oktober 1961)
Uji coba total715
Cadangan puncak68,000 hulu ledak (1990)
Cadangan saat ini (dapat digunakan dan tidak)6,500 total[2]
Arsenal strategis saat ini1,600[2]
Arsenal strategis kumulatif dalam megatonase663.5-801.5 (2016.est)
(Variability occurs because of uncertainty about SS-18 yields) [3]
Jelajah rudal maksimumInterkontinental sampai dengan 16,000 kilometer
Pendukung NPTYa (1968, salah satu dari 5 kekuatan nuklir utama)

Sejak Rusia melakukan aneksasi atas Krimea pada tahun 2014 dengan Ukraina, hal tersebut membuat hubungan bilateral antara Rusia dan Amerika Serikat menjadi buruk, yang menghambat dalam hal proses kerjasama dalam isu non-proliferasi dan pengontrolan senjata. Presiden Rusia (Vladimir Putin) bertemu Presiden Amerika Serikat (Donald Trump) pada bulan Juli 2018, namun tidak menghasilkan kesepakatan dari pertemuan yang dilakukan kedua pemimpin negara.

Latar belakang terjadi saat rusia masih dibawah rezim Uni Soviet, untuk menandingi pengaruh dari Amerika Serikat.

Senjata nuklir dalam doktrin militer Rusia

sunting

Menurut doktrin militer Rusia yang ditetapkan pada 2010, bahwa senjata nuklir dapat digunakan oleh Rusia "sebagai tanggapan atas penggunaan nuklir dan jenis senjata pemusnah massal lainnya terhadap Rusia dan sekutunya, juga dalam kasus agresi terhadap Rusia dengan penggunaan senjata konvensional ketika keberadaan negara terancam".[5][6][7]

Referensi

sunting
  1. ^ Sublette, Carey (12 December 1997). "The Soviet Nuclear Weapons Program". nuclearweaponarchive.org (dalam bahasa Inggris). nuclearweaponarchives. Diakses tanggal 20 April 2017. 
  2. ^ a b "Status of World Nuclear Forces – Federation Of American Scientists". Fas.org. Diakses tanggal 2019-06-17. 
  3. ^ Kristensen, Hans M.; Norris, Robert S. (May 3, 2016). "Russian nuclear forces, 2016". Bulletin of the Atomic Scientists. 72 (3): 125–134. doi:10.1080/00963402.2016.1170359 . 
  4. ^ "Overview of Russia Weapon Mass destruction". Nuclear Threat Initiative. 2020. Diakses tanggal 7 Juni 2020. 
  5. ^ "Военная доктрина Российской Федерации" [Doktrin Militer Federasi Rusia]. Kremlin (dalam bahasa Rusia). 5 Februari 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Juni 2020. Diakses tanggal 20 November 2022. 
  6. ^ Gessen, Masha (19 Oktober 2018). "Putin Lied About His Nuclear Doctrine and Promised Russians That They Would Go to Heaven". The New Yorker (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 November 2022. 
  7. ^ Holloway, David (10 Maret 2022). "Read the fine print: Russia's nuclear weapon use policy". The Bulletin (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 November 2022. 

Pustaka lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting