Lompat ke isi

Ibrahim al-Kurani

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Burhanuddin Ibrahim bin Hasan bin Syihabuddin al-Kurani al-Madani (1023-1101 H, atau 1615-1690 M), adalah seorang ulama tasawuf yang lahir di kota Syahrani, wilayah Syahrizor, yang dahulu termasuk Kurdistan.[1][2] Ia dinisbahkan juga dengan nama al-Kurdi, al-Syahrazuri dan al-Syahrani.[1][2] Ia adalah seorang ulama yang mendalami dan menjadi anggota dari beberapa tarekat, terutama di antaranya ialah Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Syattariyah.[1] Di Madinah, ia menjadi murid terkemuka dan berpengaruh dari Ahmad al-Qusyasyi, serta menggantikannya sebagai pemimpin tarekat setelah gurunya wafat.[1] Ia menulis mengenai beragam ilmu-ilmu keislaman, terutama tentang fikih, tauhid, dan tasawuf.[2]

Pendidikan

Pada awalnya Al-Kurani belajar agama di Turki, kemudian kepada para ulama di Persia, Irak, Suriah, dan Mesir, sebelum akhirnya ia menetap di Madinah hingga wafatnya.[1] Di Mesir, ia mengunjungi Al-Azhar dan mempelajari Taysir fi al-Qira’ah al-Sab’ah karya Abu Amru ad-Dani al-Qurthubi kepada Nuruddin Ali bin Ali al-Shabramallisi, serta Thayyibah al-Nasyr fi al-Qira’ah al-’Asyr karya Ibnu al-Jazari.[1][2] Selain itu, di Mesir ia juga belajar pada Azayim Sultan bin Ahmad al-Marakhi dan Muhammad bin Alauddin al-Babili, seorang ahli hadits ternama.[2] Di Damaskus ia belajar pada Muhammad bin Muhammad al-'Arami.[2] Di Madinah, ia belajar kepada Ahmad al-Qusyasyi, Ahmad bin Ali al-Syinnawi, Mullah Muhammad Syarif bin Yusuf al-Kurani, dan Abdul Karim bin Abi Bakr al-Husaini al-Kurani.[2]

Pengajaran

Baik dalam pengajaran maupun dalam karya tulisnya, Al-Kurani menekankan keserasian antara tasawuf dan kalam dengan syariah.[1][2] Ia beranggapan bahwa berbagai cabang ilmu keislaman itu sebagai jalan-jalan menuju pemahaman yang sebenarnya mengenai tauhid (keesaan Tuhan).[2] Walaupun Al-Kurani tetap menyelami ajaran Ibnu 'Arabi dan Al-Jili, ia menekankan lebih pada persesuaian antara sudut-sudut pandang yang berbeda daripada memilih salah satunya.[2] Sikap Al-Kurani tersebut tercermin pula pada pilihannya untuk mengikuti lebih dari satu tarekat, sebagaimana yang dilakukan oleh gurunya Al-Qusyasyi.[2]

Pengaruh

Al-Kurani adalah seorang ulama yang ternama pada zamannya, dan ia diperkenankan mengajar di Masjid Nabawi.[2] Al-Jabarti menyebutnya Syaikh al-Syuyukh, yang mana murid-muridnya berdatangan dari berbagai negara.[2] Ia dihormati oleh para pelajar di Hijaz, dan ia dikenal luas oleh para ulama dari India dan Jawi (nusantara).[1][2] Ia mempunyai hubungan yang akrab dengan Abdurrauf al-Singkili, dan tetap berhubungan setelah Al-Singkili kembali ke Aceh.[1][2] Al-Hamawi mencatat bahwa para pelajar nusantara lainnya juga menjalin hubungan dengan Al-Kurani.[1]

Karya

Karya tulis Al-Kurani diperkirakan mencapai lebih dari seratus karya, namun sebagian besar belum diterbitkan.[1][2] Karyanya Ithaf al-Dhaki bi Syarh al-Tuhfah al-Mursalah ila al-Nabi membahas Al-Tuhfah al-Mursalah ila Ruh al-Nabi karya Muhammad bin Fadhlullah al-Burhanpuri, yang dibuat atas permintaan relasinya di nusantara.[1][2] Selain itu, karyanya Al-Lum‘ah al-Saniyah fi Tahqiq al-Ilqa’ fi al-Umniyah membahas tentang tauhid dan tasawuf, dan Al-Amam li-Iqaz al-Himam membahas biografi dan kredensial intelektualnya sebagai pengajar.[1][3]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Hanif, N. (2002). Biographical Encyclopaedia of Sufis: Central Asia and Middle East. 2. Sarup & Sons. hlm. 250. ISBN 9788176252669. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Azra, Azyumardi (2006). Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Formation (dalam bahasa Inggris). Mizan Pustaka. ISBN 978-979-433-430-0. 
  3. ^ Fathurahman, Oman (2012-08-02). Ithaf Al-Dhaki: Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim Nusantara. PT Mizan Publika. ISBN 978-979-433-728-8.