Lompat ke isi

Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo (المعاهد بستان العلوم الإسلامية) adalah salah satu pesantren tertua di Jember, Jawa Timur. Pesantren ini bertempat di Jl. K.H. Abdullah Yaqien no 1-5 Desa Mlokorejo, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.

Pada awalnya, pesantren ini berupa langgar ngaji yang didirikan oleh KH. Harun pada penghujung abad ke-19 (1880an), lalu diteruskan oleh sang menantu, KH. Irsyad Hasyim yang merupakan santri Syaikhona Kholil Bangkalan. Secara legal, lembaga ini kemudian diresmikan oleh pengasuh ke-III, KH. Abdullah Yaqien (menantu KH. Irsyad Hasyim) pada tahun 1943 dengan nama "Bustanul Ulum" atas perintah sang guru, R. KH. Abdul Aziz Ali Wafa bin R. KH. Abdul Hamid bin Itsbat.

Nama pondok pesantren adalah Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo, namun karena pesantren ini terbilang tua, maka ia sering disebut "Pondhuk Mloko". Pesantren ini juga memiliki yayasan yang bernama Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI). Menurut catatan sejarah, pondok pesantren ini mengalami perkembangan yang pesat saat kepemimpinan diasuh oleh KH. Abdullah Yaqin pada tahun 1940.

Kategori Pondok Pesantren Bustanul Ulum adalah salaf-modern dan status pondok pesantren adalah pusat. Pesantren ini berakidah Ahlusunah Waljamaah Asy'ari dan bermazhab Syafi'i. Status yang ditempati Pondok Pesantren adalah tanah Wakaf yang memiliki luas sekitar 18.719 m2.[1]

Dari Pesantren Mlokorejo ini, terdapat juga beberapa pesantren afiliasi yang diasuh oleh para putra dan menantu alm. KH. Abdullah Yaqin, seperti di antaranya:

Riwayat Pendiri & Pengasuh

[sunting | sunting sumber]
  • Kiai Harun bin Kiai Rajihan (Pendiri & Pengasuh I)

Namanya adalah Kiai Harun bin Kiai Rajihan bin Nyai Qarib/Nyai Bi'a binti Kiai Abdul Qasim (Agung Berkoning) bin Kiai Abdul Hisan bin Kiai Amiruddin (Kiai Panggung Wetan) bin Kiai Muhtadi (Kiai Panggung Seppo). Beliau adalah santri Syaikhona Kholil Bangkalan dan dikenal sebagai penyiar agama Islam dari Sampang, Madura. Belum diketahui secara pasti tanggal beliau lahir dan wafat. Namun yang jelas, beliau hidup di pertengahan abad ke-19 (±1850an). Beliau adalah penggagas dan peletak batu pertama Pondok Pesantren Mlokorejo.

Setelah sekian lama melakukan tirakat/riyadhah dan istikharah, beliau akhirnya mendapatkan isyarat agar mencari sebuah lahan baru yang ditumbuhi satu bunga teratai di tengah lahan tersebut. Setelah lahan itu dicarinya di pulau Madura, usaha beliau tidak mendapatkan hasil. Akhirnya suatu saat beliau dipanggil oleh gurunya, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Lantas, sang guru mengarahkan agar pencarian lahan tersebut dilakukan di pulau Jawa. Sebab, menurut sang guru, isyarat lahan yang dimaksud berada di tanah Jawa.

Setelah lama mencari, akhirnya Kiai Harun mendapati lahan yang dimaksud. Lahan tersebut terletak di desa Mlokorejo. Maka di penghujung abad ke-19 (1880-awal 1900) beliau mendirikan langgar yang menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Mlokorejo. Langgar itu saat ini menjadi Masjid Jami' KH. Abdullah Yaqin di kompleks Pondok Pesantren Mlokorejo. Konon, Kiai Harun adalah pembabat pertama desa Mlokorejo.

Kiai Harun menikah dengan Nyai Khadijah, dari pernikahan ini beliau mempunyai tiga orang anak: 1) Kiai Adlan/Kiai Sulaiman, 2) Kiai Nur Khatim dan 3) Nyai Habibah/Nyai Maimunah. Putri Kiai Harun yang bernama Habibah yang dikenal dengan Ny. Hj. Maimunah di kemudian hari dinikahkan dengan pemuda yang bernama Hasyim atau KH. Irsyad Hasyim.

Lalu Kiai Harun juga menikah dengan Nyai Ummu Ismail dan dikaruniai satu putra bernama Kiai Ismail bin Kiai Harun.

  • KH. Irsyad Hasyim bin Muhyiddin Salim (Pengasuh II)

Bernama lengkap Kiai Muhammad Irsyad Hasyim bin Muhyiddin Salim bin Hisyam bin Abdul Qasim (Agung Berkoning). Beliau adalah salah satu santri Syaikhona KH. Muhammad Kholil bin Abdul Lathif, Bangkalan yang dalam "Manaqib Syaikhona" beliau mendapat doa langsung agar bisa naik haji berulang kali. Sepulangnya dari haji, nama Kiai Irsyad menjadi Muhammad Irsyad Hasyim.

Selain itu, Kiai Irsyad merupakan sahabat dekat R. KH. Abdul Aziz Ali Wafa bin R. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, pendiri pesantren Al-Wafa Tempurejo yang dikenal dengan Kiai Sepuh Temporan. Secara sanad keilmuan, keduanya sama-sama pernah mengaji kepada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Belum diketahui secara pasti kapan beliau lahir dan tahun berapa beliau wafat. Namun, setelah diambil menantu oleh Kiai Harun, KH. Irsyad Hasyim diberi amanah untuk mengasuh Pesantren Mlokorejo.

KH. Irsyad Hasyim menikah dengan Ny. Hj. Maimunah dan dikaruniai tujuh anak, yaitu: 1) Nyai. Hj. Hamidah Hasyim, 2) Moch. Kholil Hasyim, beliau wafat muda, 3) KH. Hasan Basri Hasyim, 4) KH. Khozin Hasyim, 5) Ny. Hj. Khoiriyah Hasyim, 6) KH. Abdul Karim Hasyim dan 7) Ny Hj. Juwariah Hasyim.

Karena kedekatannya dengan Kiai Sepuh Tempurejo, KH. Irsyad Hasyim pada akhirnya diberi hadiah dua menantu. Pertama, KH. Abdullah Yaqin; merupakan santri senior nan sangat alim yang diutus oleh R. KH. Abdul Hamid Itsbat Banyuanyar untuk mengaji dan membantu mengajar di Pesantren Tempuran (nama akrab PP. Al-Wafa). KH. Abdullah Yaqin dinikahkan dengan putri pertama KH. Irsyad Hasyim, yakni Ny. Hj. Hamidah Hasyim. Kedua, Kiai Sepuh Tempurejo menghadiahkan putranya yang bernama R. KH. Ahmad Said bin R. KH. Abdul Aziz Ali Wafa, untuk dinikahkan dengan Ny. Hj. Khoiriyah Hasyim.

  • KH. Abdullah Yaqin (Pengasuh III)

Nama beliau adalah Raden Kiai Abdullah bin Kiai Abdul Yaqin bin Kiai Abdul Qidam Montor bin Kiai Hasan bin Kiai Isnad bin Kiai Arham bin Kiai Adil bin Kiai Abdul Qidam Arsojih. Namun, beliau lebih akrab disebut KH. Abdullah Yaqin Mlokorejo atau Kiaeh Seppo Mloko. Lahir pada 1911 dan wafat pada 1996.

Secara keilmuan, beliau pernah ber-khdimah dan mengaji di Pesantren Sumberanyar, Pamekasan, lalu mengaji dan berkhidmah kepada R. KH. Abdul Hamid bin Itsbat di Pondok Pesantren Banyuanyar. Selang beberapa tahun kemudian, Kiai Sepuh Banyuanyar (panggilan akrab R. KH. Abdul Hamid bin Itsbat) memberikan sepucuk surat kepada KH. Abdullah Yaqin untuk disampaikan kepada putranya, R. KH. Abdul Aziz Ali Wafa yang hijrah ke Tempurejo mendirikan pesantren. Sebagai seorang santri, KH. Abdullah Yaqin tidak berani membaca surat tersebut, beliau hanya langsung mengantarkannya pada tujuan.

Setelah surat itu dibaca oleh Kiai Sepuh Tempuran, KH. Abdullah Yaqin langsung diamanahkan mengajar di pesantren tersebut, di samping berkhidmah kepada sang Kiai hingga pamit boyong dan dihadiahkan kepada sahabatnya, KH. Irsyad Hasyim. Setelah diambil menantu oleh KH. Irsyad Hasyim, KH. Abdullah Yaqin diberi amanah untuk mengasuh Pesantren Mlokorejo pada tahun 1940 atas perintah mertuanya, KH. Irsyad Hasyim, dan guru, R. KH. Abdul Aziz Ali Wafa. Sementara itu, KH. Irsyad Hasyim hijrah ke desa Kasiyan, Puger untuk mendirikan pesantren lagi dan dikenal dengan nama "Irsyadun-Nasyi'in".

Dari pasangan KH. Abdullah Yaqin dan Ny. Hj. Hamidah Irsyad Hasyim, Allah SWT menganugerahkan tujuh anak: 1) Ny. Hj. Azizah Abdullah (PP. Darussalam Torjun), 2) Ny. Hj. Azimah Abdullah (PP. Bustanul Ulum II Krai), 3) Ny. Hj. Aisyah Abdullah (PP. Ulul Albab Candipuro), 4) KH. Syamsul Arifin Abdullah (pengasuh Mlokorejo saat ini), 5) KH. Abdul Hamid Abdullah (PP. Bustanul Ulum III Kasiyan), 6) KH. Abdul Halim Abdullah (PP. Bustanul Ulum Dalem Timur Mlokorejo), dan 7) Ny. Hj. Afifah Abdullah (PP. Is'adul Ummah, Susukanrejo, Pasuruan).

  • KH. Syamsul Arifin Abdullah (Pengasuh IV, saat ini)

Merupakan putra tertua KH. Abdullah Yaqin. Rihlah ilmiah KH. Syamsul Arifin dimulai dari pendidikan sang ayah, lalu beliau mengikuti jejak langkah ayahnya untuk mengaji di Pondok Pesantren Banyuanyar selama kurang lebih 10 tahun. Setelah dianggap cukup, beliau kemudian singgah di Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan untuk kembali menimba ilmu. Tidak hanya sampai di situ, KH. Syamsul Arifin masih meneruskan ngaji-nya di tanah Haramain, Mekah dan Madinah.

Beliau menghadiri majelis para ulama dan menyambungkan sanad keilmuan, di antaranya kepada: 1) Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, 2) Syekh Ismail Utsman Zein Yamani Diarsipkan 2021-05-21 di Wayback Machine. , 3) Syekh Abdullah Ahmad Dardum, 4) Syekh Yasin Isa al-Fadani dan beberapa masyayikh Madarsah Shaulatiyah. Baru setelah berlama di tanah Hijaz, beliau kembali ke Indonesia.

Sejak tahun 1988, KH. Abdullah Yaqin sudah mengkader putranya, KH. Syamsul Arifin untuk memimpin pesantren. Dan pasca kewafatan KH. Abdullah Yaqin, KH. Syamsul Arifin kemudian diangkat menjadi pengasuh pesantren, 1996.

Beliau dinikahkan oleh KH. Abdullah Yaqin dengan Ny. Hj. Karimah Aschal, putri KHS. Abdullah Schal Bangkalan. Dari pernikahan ini, KH. Syamsul Arifin dianugerahi enam anak: 1) KH. Abdullah Hanani, 2) Ny. Hj. Sulthonah, 3) KH. Abdul Mughits, 4) Lora Muhammad, 5) Ning Romlah Hamidah, 6) Ning Athiyah Muthmainnah.

Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Pada awalnya, sistem pendidikan Pondok Pesantren Mlokorejo menggunakan metode lama, yaitu sorogan, bandongan dan halakah. Metode sorogan artinya murid membacakan satu kitab di hadapan guru, metode bandongan adalah seorang guru membacakan kitab di hadapan murid, sedangkan halakah adalah istilah untuk sebuah diskusi keilmuan yang dilakukan oleh beberapa orang dengan bentuk melingkar.

Seiring dengan semakin banyaknya santri yang mengaji dan me-santren, pada 1940 atas saran Kiai Sepuh Tempurejo, KH. Abdullah Yaqien memberi nama pesantren dengan nama Pondok Pesantren Bustanul Ulum.

Pada tahun 1950, Pondok Pesantren Bustanul Ulum membuka sekolah formal. Sekolah formal tersebut dibuka dari lembaga yang paling rendah, yaitu Roudatul Athfal sampai lembaga tinggi pada saat itu, yaitu Pendidikan Guru Agama (PGA).

Setelah berbagai lembaga formal didirikan, pada tahun 1956 KH. Abdullah Yaqin mendirikan Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI). Pendirian yayasan ini dimaksudkan untuk memayungi berbagai lembaga formal dan non-formal yang bekerja sama dengan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo.

Sejak didirikannya Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI), perjalanan Pondok Pesantren Bustanul Ulum semakin berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan dukungan beberapa cabang madrasah atau sekolah dan pesantren di luar Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo. Sebagai ketua yayasan, KH. Abdullah Yaqin berkeinginan agar yayasan tidak hanya mengurus bidang pendidikan, tetapi juga turut berkiprah dalam menyejahterakan masyarakat, khususnya masyarakat disekitar pesantren.

Pada tahun 1979 Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI) dirubah atau disempurnakan menjadi Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI) dengan akta pendirian nomor 35 tanggal 14 Maret 1979. Setelah tapuk kepemimpinan dipegang oleh KH. Syamsul Arifin Abdullah, pada tahun 1989 lembaga pendidikan formal di lingkungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum dinon-aktifkan. Saat itu, penonaktifan ini sangat tepat mengingat lembaga pendidikan formal berjalan kurang maksimal. Demikian ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia yang memadai. Berdasarkan hal itu, KH. Syamsul Arifin Abdullah memutuskan untuk mengembalikan pesantren ini pada manhaj salaf dengan harapan para santri menjadi generasi yang tafaqquh fi addin, yaitu generasi yang tekun memperdalam ilmu agama Islam.

Seiring dengan perkembangan zaman, pembelajaran non-formal saja dirasa belum cukup. Oleh karena itu, para sesepuh, pengurus dan wali santri mengharapkan di lingkungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo didirikan kembali sekolah formal. Setelah melalui proses musyawarah yang panjang akhirnya pada tahun 2000 SMP Plus Bustanul Ulum didirikan melihat keberminatan santri yang semakin tingggi terhadap ilmu formal.

Setelah tiga tahun kemudian, 2003, didirikanlah SMA Sultan Agung Filial Mlokorejo yang kemudian bergani nama menjadi SMA Plus Busatanul Ulum pada 2005. Dan pada awal tahun 2007, Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo bekerja sama dengan Universitas Islam Jember (UIJ) untuk membuka kelas filial di lingkungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo. Kemudian pada tahun 2023, pesantren ini membuka perguruan tinggi secara independen, bernama Sekolah Tinggi Raden Abdullah Yaqin, atau yang disingkat STAI RAYA.

Seperti dawuh dari KH. Syamsul Arifin Abdullah, bahwa Ponpes Bustanul Ulum Mlokorejo ini akan terus dikembangkan dari segi pembangunan maupun yang lainnya sampai hari kiamat nanti. [2]

Pendidikan Formal

[sunting | sunting sumber]

1. R.A Al-Musthafa

2. MI Bustanul Ulum

2. SMP Plus Bustanul Ulum

3. SMA Plus Bustanul Ulum

4- STAI Raden Abdullah Yaqin

Pendidikan Non Formal

[sunting | sunting sumber]

1. TPQ Bustanu Ulum (khusus anak dari luar pesantren)

2. Madrasatul Qur’an Al-Lailiyah

3. Madrasah Ibtidaiyah (Ula)

4. Madrasah Tsanawiyah (Wustho)

5. Madrasah Aliyah (Ulya)

6. Tahassus Pesantren

7. Halakah Kitab Kuning

Fasilitas

[sunting | sunting sumber]

1. Masjid

2. Asrama

3. Gedung Sekolah

4. Perpustakaan

5. Gedung Balai Pengobatan

6. Laboratorium Komputer

7. Laboratorium Bahasa

8. Ruang tamu

9. Kopontren

10. Klinik Kesehatan

11. Aula

12. Lapangan Serbaguna

13. Gudang

14. Ruang Pertemuan

Ekstrakurikuler

[sunting | sunting sumber]

1. Tahfidz al-Qur’an

2. Pengajian Kitab Kuning

3. Ziarah

4. Musyawarah Makhadiyah

5. Bahtsul Masail

6. Diskusi Ilmiah

7. Hadrah/Rebana

8. Pengembangan Berbagai Olahraga

9. Keterampilan Wirausaha

10. Drumb Band

11. Pengembangan Jurnalistik dan Publish

12. Kaligrafi

13. Beladiri

14. Latihan berpidato

15. Markaz Bahasa Arab dan Inggris

Jl. K.H. Abdullah Yaqien no1-5 Mlokorejo, Puger, Jember Telpon: (0336) 721234 / (0336) 721444 Kode Pos: 68164

  • Wawancara dengan R. KH. Abdullah Hanani Syamsul Arifin Abdullah
  • Wawancara dengan Lora H. Ismail Abdul Hamid Abdullah
  • Situs resmi Ponpes Bustanul Ulum Mlokorejo