Lompat ke isi

Ekonomi perang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Poster Jerman yang meminta masyarakat untuk menghemat sabun dan minyak saat perang masih berkecamuk

Ekonomi perang adalah serangkaian tindakan yang diambil oleh sebuah negara modern untuk memaksimalkan ekonominya demi menopang keperluan perang.Ekonomi perang dicetus oleh Panglima Angkatan Darat Ke-16. Ekonomi perang mulai dilaksanakan pada Tahun 1942. Saat Jepang tiba pasukan Hindia Belanda telah membumihanguskan segala prasana, tujuannya agar Jepang mengalami kesulitan saat menguasai Indonesia. Philippe Le Billon mendefinisikan ekonomi perang sebagai "sistem produksi, mobilisasi, dan alokasi sumber daya untuk mempertahankan diri dari serangan." Tindakan yang diambil meliputi kenaikan pajak dan penerapan program alokasi sumber daya. Setiap negara melakukan penataan ulang ekonominya dengan cara yang berbeda-beda.

Banyak negara meningkatkan perencanaan ekonominya semasa perang, kadang kala mencakup penjatahan dan wajib militer untuk pertahanan sipil, misalnya Women's Land Army dan Bevin Boys di Britania Raya pada Perang Dunia II.

Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt mengatakan bahwa apabila Blok Poros menang, "kita harus berubah sepenuhnya menjadi negara militeristik yang ditopang oleh ekonomi perang."[1]

Pada masa perang total, beberapa bangunan dan posisi sering dipandang sebagai target penting oleh kombatan. Pemblokiran Serikat, Gerak Jalan ke Laut yang dipimpin Jenderal Serikat William T. Sherman semasa Perang Saudara Amerika Serikat, dan pengeboman strategis kota dan pabrik musuh pada Perang Dunia II merupakan contoh perang total.[2]

Di sisi permintaan agregat, ekonomi perang sering dikaitkan dengan konsep "Keynesianisme militer", yaitu masa ketika anggaran militer pemerintah menstabilkan siklus bisnis dan fluktuasi dan/atau dimanfaatkan untuk menghambat resesi.

Di sisi penawaran, ada masa-masa tertentu ketika perang justru mempercepat kemajuan teknologi sampai-sampai ekonomi negara pascaperang menjadi sangat kuat, apalagi bila negara tersebut terhindar dari kehancuran akibat perang. Fenomena ini dialami oleh Amerika Serikat pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Sejumlah ekonom seperti Seymour Melman berpendapat bahwa belanja militer yang cenderung buang-buang sumber daya pada akhirnya akan menghambat kemajuan teknologi.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • Moeller, Susan. (1999). "Compassion Fatigue", Compassion Fatigue: How the Media Sells Disease, Famine, War and Death. New York & London: Routledge. 6 - 53.
  • Goldstein, Joshua S. (2001). War and gender: How gender shapes the war system and vice versa. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Le Billon, Dr. Philippe (2005) Geopolitics of Resource Wars: Resource Dependence, Governance and Violence. London: Frank Cass, 288pp

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Roosevelt, Franklin Delano. "The Great Arsenal of Democracy". 
  2. ^ Durham, Robert. "Supplying the Enemy: The Modern Arms Industry & the Military–Industrial Complex". Google Books. Lulu.com, 2015. Diakses tanggal 1 August 2015.