Lompat ke isi

Kembang kol

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kubis bunga
panen bunga kol di mesir

Kembang kol atau bunga kol merupakan tumbuhan yang termasuk dalam kelompok botrytis dari jenis Brassica oleracea (suku Brassicaceae). Selain itu, tumbuhan ini sebagai sayuran juga lazim dikenal sebagai kubis bunga yang merupakan terjemahan harfiah dari bahasa Belanda bloemkool. Kata blumkol juga dikenal secara lazim.[1]

Kubis bunga berbentuk mirip dengan brokoli. Perbedaannya, kubis bunga memiliki kepala bunga yang banyak dan teratur dengan padat. Hanya "kepala" kembang kol yang lazim dimakan (dalam literatur berbahasa Inggris disebut white curd). Pada dasar kepala tersebut terdapat daun-daun hijau yang tebal dan tersusun rapat. Kubis bunga juga mirip dengan kubis romanesco.

Kembang kol merupakan sumber vitamin dan mineral dan lazimnya dimakan dengan dimasak terlebih dahulu, meskipun dapat pula dimakan mentah maupun dijadikan acar.

Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), secangkir kembang kol mentah dapat memasok 77% vitamin C dari "Acuan Konsumsi Makanan" (Dietary Reference Intake) bagi orang dewasa. Kembang kol juga merupakan sumber penting protein, tiamin, riboflavin, niasin, kalsium, besi, magnesium, fosfor, dan zink, serta sangat baik sebagai sumber serat makanan, vitamin B6, asam folat, asam pantotenat, dan kalium. Sayur ini mengandung sedikit lemak jenuh, dan sangat sedikit kolesterol (kurang dari 1 gram per kg).

Sebagaimana kubis-kubisan yang lain, kembang kol mengandung zat anti gizi pula (goiterogen, "pembangkit kembung") sehingga perlu dipertimbangkan pembatasan konsumsinya.

Kubis bunga merupakan tumbuhan semusim dengan daur hidup berlangsung minimal empat bulan dan maksimal setahun, tergantung tipenya, tipe summer spring atau tipe winter (lihat vernalisasi).

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Sharma, S.R, Singh, P.K., Chable, V. Tripathi, S.K. (2004). "A review of hybrid cauliflower development". Journal of New Seeds. 6: 151-193. doi:10.1300/J153v06n02_08. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]